Selasa, 01 Januari 2013

IMPLEMENTASI TEORI-TEORI PENDIDIKAN DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN DI INDONESIA


 
Teori yang salah dan praktek yang salah, tetapi dipulas dan didandani seakan semuanya menyenangkan dan menimbulkan bayangan-bayangan menyenangkan. Yang kemudian menghasilkan persepsi yang baik yang mungkin sebenarnya tidak benar dalam kenyataannya.  Kebijakan yang dimulai dengan konsep dan teori yang salah, akan menghasilkan praktek yang yang bukan hanya salah tetapi juga mengakibatkan berbagai macam persoalan dalam kaitannya dengan hubungan sosial dan nasib kemanusiaan. Hal ini juga tidak terpisah dengan praktek yang dilakuakan dalam kehidupan sehari-hari, yang mana segala sesuatu yang salah bila dilanjutkan akan tetap salah dan fatalnya, hal tersebut dianggap benar. Persoalan inilah yang banyak bermunculan di masyarakat. Mereka selalu memikirkan teori-teori tanpa disertai dengan praktek nyata. Bayang-bayang yang menyenangkan dalam hal ini membuat banyak orang terlena akan kemasan awal yang menarik yang akhirnya bayang-bayang yang dinamakan teori ini dipakai untuk  mengatasi segala sesuatu yang berakibat memunculkan masalah-maslah baru dalam kehidupannya. Karena si pemakai teori kurang paham apa yang dinamakan dengan teori.
Teori merupakan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan konsep-konsep itu sendiri merupakan hubungan dari kata-kata yang menjelaskan suatu persoalan atau kenyataan. Kata-kata merupakan simbol berupa bunyi dan aksara ketika kita merujuk pada suatu benda atau realitas yang ada di dunia. Sedangkan konsep merupakan suatu penjelasan yang lebih luas karena mengubungkan keterkaitan antara dua atau lebih dari keberadaan benda atau gejala (peristiwa). Karenanya, teori merujuk pada suatu hubungan antara konsep-konsep yang lebih bisa menjelaskan peristiwa atau suatu proses tertentu dari kehidupan ini.
      Jadi teori sebenarnya adalah sebuah alat untuk membantu menjelaskan suatu. Ia merupakan penyederhanaan dari gejala-gejala kehidupan supaya mudah kita pahami dan kita jelaskan. Teori akan membantu kita memahami suatu gejala dan membedakan diri dengan penjelasan yang lain. Meskipun demikian perbedaan antara dua teori atau lebih yang berbeda tidak menutup kemungkinan ada suatu hal yang beririsan. Dan suatu teori yang baik diharapkan menghilangkan irisan-irisan itu sekecil mungkin, untuk memberikan pembedaan antara seperangkat penjelasan dengan lainnya yang memiliki karakternya masing-masing. Buku ini memang bermaksud untuk memberikan penggolongan dari teori-teori tentang pendidikan yang diharapkan secara kuat mampu mengungkap perbedaan antara suatu teori dengan lainnya. Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variable, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Mark (1963) membedakan adanya 3 macam teori, dan ketiga teori yang dimaksud ini berhubungan dengan data empiris. Dengan demikian dapat dibedakan antara lain :
 1. Teori yang deduktif, memberi keterangan yang dimulai dari suatu perkiraan atau pikiran spekulatif tertentu kea rah data akan diterangkan.
    2. Teori yang induktif, adalah cara menerangkan dari data kea rah teori. Dalam bentuk spekulatif titikpandang yang posivistik ini dijumpai pada kaum behaviorist.
      3. Teori yang fungsional, disini tampak suatu interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoritis, yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data.
      Teori juga memiliki fungsi dalam prakteknya. Fungsi teori yang pertama digunakan untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup, atau konstruk variable yang akan diteliti. Fungsi teori yang kedua adalah (prediksi dan pemandu untuk menemukan fakta) adalah untuk merumuskan hipotesa dan menyusun instrument penelitian, karena pada dasarnya hipotesa itu merupakan pernyataan yang bersifat prediktif. Fungsi teori yang selanjutnya adalah digunakan untuk mencandra dan membahas hasil penelitian, sehingga selanjutnya digunakan untuk memberikan saran dalam upaya pemecahan masalah.
      Dari uraian diatas, teori adalah konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau system pengertian ini diperoleh melalui, jalan yang sistematis. Suatu teori dapat diuji kebenaranya, bila tidak dia bukan teori. Setiap teori mengalami perkembangan, dan perkembangan itu terjadi apabila teori sudah tidak relevan dan kurang berfungsi ladi untuk mengatasi masalah.
      Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, definisi, dan proporsi yang disusun secara sistematis. Secara umum teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan, meramalkan, dan pengendalian. Hal ini juga telihat dalam kehidupan sehari-hari, bahwa setiap manusia memiliki teori-teori sendiri untuk menghadapai kehidupan masing-masing. tak ubahnya dengan pendidikan. Dalam proses pendidikan, setiap pendidik memerlukan suatu teori yang mampu menemani mereka dalam proses belajar mengajar untuk siswa atau para peserta didiknya. Teori-teori yang terkenal dalam konteks pendidikan, seperti teori motivasi, teori behaviouristik atau perilaku, teori kebutuhan, teori pembelajaran dan lain sebagainya yang kesemuanya tetap menyangkut mengenai pendidikan dan prosesnya.
      Dalam hal ini, Pendidikan diartikan sebagai proses untuk memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan untuk memberdayakan diri.  Pendidikan adalah suatu proses yang pembelajaran tentang ilmu dalam jangka yang lama yang berlangsung selama hidup kita. Pendidikan dalam arti sempit adalah penanaman pengetahuan, keterampilan dan sikap pada masing-masing generasi dengan menggunakan pranata-pranata, seperti sekolah formal yang sengaja diciptakan untuk tujuan tersebut. Sehingga dapat dihubungkan keduanya menjadi satu kesatuan yang utuh dalam mengatasi masalah-masalah pendidikan.
Pendidikan merupakan sebuah institusi yang terkait erat dengan proses produksi dan reproduksi pengetahuan. Disana adalah wadah yang mana mau tidak mau harus menyiapkan sebuah generasi yang siap memasuki masyarakat yang berubah menuju masyarajkat yang berbasis pengetahuan.  Pendidikan yang menghasilkan manusia yang siap memasuki masyarakat dengan segala tuntutan dan karakternya, maka pendidikan tersebut dapat dikatakan berhasil dalam memberikan bekal kepada generasi muda untuk memasuki perubahan dan masa depan. Dan karena pendidikan merupakan salah satu harapan masyarakat yang diyakini bisa menumbuhkan sikap moral yang baik atau dalam sisi pragmatisnya bisa digunakan untuk mencari kesejahteraan.
Pendidikan yang dipandang sebagai tempat yang bertanggungjawab dalam menumbuhkan tata nilai kemanusian, tata masyarakat yang disemangati oleh prinsip keadilan dan kesejahteraan bersama memiliki suatu peran untuk mengenalkan kepada masyarakat bahwa baik perempuan ataupun laki-laki mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. 
Redjo Mudyahardjo mengemukakan bahwa teori pendidikan adalan sebuah system konsep yang terpadu, emnerangkan dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan. Sebuah teori ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak pemikiran pendidikan, dan ada pula yang berperan sebagai definisi atau keterangan yang menyatakan makna. Asumsi pokok pendidikan adalah :
      1. Pendidikan adalah actual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi actual dari individu yang belajar dan lingkungan belajaranya.
      2. Pendidikan adalah normative, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yang baik atau norma-norma yang baik.
      3. Pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan yang bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar, tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.
      Teori yang digambarkan sebagai suatu konsep merupakan dasar bagi sebagaian masyarakat ataupun pendidik digunakan untuk pegangang dalam mengambil suatu strategi bagi masalah yang akan dihadapi sebagai seorang pengajar ataupun masyarakat biasa. 
Dalam pendidikan, teori-teori yang ada kaitanya dengan pendidikan dipakai untuk para pendidik sebagai suatu peggangan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di dalam kelas ataupun luar kelas yang mana tetap mengenai  masalah-masalah peserta didik dalam melaksanakan proses belajar mengajarnya. Tidak hanya peserta didik, namun pendidik juga dituntut untuk mengerti dan memahami teori apa saja yang cocok dalam mengatasi segala problematika di kelas ataupun diluar kelas. 
Teori yang digambarkan sebagai sebuah konsep, seringkali dipakai dalam salah satu strategi dasar untuk mengatasi suatu permasalahan. Hal ini juga dipakai dalam konteks pendidikan. Dalam pendidikan diperlukan sebuah teori yang bagus untuk mengatasi masalah-masalah pendidikan yang semakin banyak di Indonesia ini. Dalam hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana implementasi teori-teori pendidikan dalam praktek pendidikan di Indonesia.

a  Praktek Pendidikan
 
Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan pada diri seseorang tiga aspek dalam kehidupannya, yakni, pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup. Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan di luar sekolah, meski memiliki rencana dan program yang jelas tetapi pelaksanaannya relatif longgar dengan berbagai pedoman yang relatif fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Pelaksanaan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan secara informal tanpa tujuan yang dirumuskan secara baku dan Tertulis.
Dengan mendasarkan pada konsep pendidikan tersebut di atas, maka sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan atau "enculturation", suatu proses untuk mentasbihkan seseorang mampu hidup dalam suatu budaya tertentu. Konsekuensi dari pemyataan ini, maka praktek pendidikan harus sesuai dengan budaya masyarakat akan menimbulkan penyimpangan yang dapat muncul dalam berbagai bentuk goncangan-goncangan kehidupan individu dan masyarakat.
Tuntutan keharmonisan antara pendidikan dan kebudayaan bisa pula dipahami, sebab praktek pendidikan harus mendasarkan pada teori-teori pendidikan dan giliran berikutnya teori-teori pendidikan harus bersumber dari suatu pandangan hidup masyarakat yang bersangkutan.
 
Praktek pendidikan yang didasarkan pada teori-teori pendidikan
Di Indonesia yang merupakan negara yang masih berkembang, melihat praktek pendidikan merupakan instrumen dalam proses pembangunan. Oleh karenanya, tidak rnengherankan kalau seiring dengan semangat dan pelaksanaan pembangunan yang dititik-beratkan pada pembangunan ekonomi, praktek pendidikan dijadikan alat untuk dapat mendukung pembangunan ekonomi dengan mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan dalam pembangunan. Dengan kata lain praktek pendidikan yang bersumber pada kebijaksanaan pendidikan banyak ditentukan guna kepentingan pembangunan ekonomi.
Kecepatan perkembangan pendidikan nasional ini cenderung mendorong pendidikan ke arah sistem pendidikan yang bersifat sentralistis. Hal ini dapat ditunjukkan dengan semakin berkembangnya birokrasi untuk menopang proses pengajaran tradisional yang semuanya mengarah pada rigiditas.  Birokrasi pusat cenderung menekankan proses pendidikan secara klasikal dan bersifat mekanistis. Dengan demikian proses pendidikan cenderung diperlakukan sebagaimana sebuah pabrik. Akibatnya pihak-pihak yang terkait dalam pendidikan, khususnya guru dan murid sebagai individu yang memiliki "kepribadian" tidak banyak mendapatkan perhatian kurikulum, guru dan aturan serta prosedur pelaksanaan pengajaran di sekolah dan juga di kelas ditentukan dari pusat dengan segala wewenangnya. Misalnya, guru sebagai pembimbing untuk para peserta didiknya yang memilliki segudang kekuasaan yang sewaktu-waktu dapat digunakan.
Sentralisasi dan berkembangnya birokrasi pendidikan yang semakin luas dan kaku akan menjadikan keseragaman sebagai suatu tujuan. Hasilnya, berkembanglah manusia-manusia dengan mentalitas "juklak" dan "juknis" yang siap diberlakukan secara seragam. Akibat lebih jauh di masyarakat berkembang prinsip persetujuan sebagai kunci sukses; promosi dan komunikasi adalah komando; interaksi dicampurkan dengan pertemuan-pertemuan resmi; dan stabilitas yang dikaitkan dengan tindakan yang tidak mengandung emosi.
Karena kemerosotan kualitas pendidikan dikarenakan ketidak-mampuan organisasi sekolah menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan lingkungan sebagai akibat dari birokratisasi dunia, kualitas pendidikan yang bersifatsentralistis, maka untuk meningkatkan kualitas pendidikan harus didasarkan pada kebijaksanaan debirokratisasi dan desentralisasi.
Desentralisasi pendidikan merupakan suatu tindakan mendelegasikan wewenang kepada satuan kerja yang langsung berhubungan dengan peserta didik. Desentralisasi hanya sekedar mengurangi beban tanggung jawab di puncak kekuasaan dengan memberikan sebagian tugas-tugas administrasi kepada aparat yang lebih rendah maka desentralisasi tidak akan banyak artinya sebagai sarana peningkatan kualitas pendidikan. Dewasa ini ketidak-mampuan sekolah meningkatkan kualitas pendidikan mencerminkan ketidak-mampuan struktur dan sistem persekolahan. Kalau tidak ada perubahan yang mendasar pada sistem pendidikan, maka segala upaya peningkatan kualitas akan sia-sia. Oleh karena itu, kebijaksanaan yang diperlukan di dunia pendidikan kita sekarang ini adalah desentralisasi yang mendasar.
Ada beberapa tujuan yang perlu dicapai dengan kebijaksanaan desentralisasi. Pertama, sistem persekolahan harus lebih tanggap terhadap kebutuhan individu peserta didik, guru, dan sekolah. Kedua, iklim pendidikan harus menguntungkan untuk pelaksanaan proses pendidikan.
Di samping mempertanyakan kualitas output pendidikan yang dianggap modern ini, mulai dirasakan bahwa praktek pendidikan cenderung mendorong munculnya generasi terdidik yang bersifat materialistik, individualistik dan konsumtif.
Tekanan kemiskinan menimbulkan obsesi bahwa kekayaan merupakan obat yang harus segera diperoleh dengan segala cara dan dengan biaya apapun juga. Oleh karena tujuan segala kegiatan adalah "kekayaan", dan yang lainnya merupakan instrumental variabel untuk mencapai kekayaan tersebut. Oleh karena itu pendidikan, politik bahkan agama dijadikan sarana dan alat untuk mendapatkan kekayaan. Pendidikan, secara khusus, akan diberlakukan sebagai lembaga yang mencetak "tenaga kerja", bukan lembaga yang menghasilkan "manusia yang utuh" (the whole person). Konsep tersebut akan menimbulkan tekanan yang berlebihan pada hasil tanpa menikmati prosesnya. Sekolah dijalani oleh seseorang agar mendapatkan ijazah untuk bekerja. Proses sekolahnya sendiri tidak pernah dinikmati, karena tidak penting.
Dua mental tersebut bisa menjadi faktor yang akan merusak kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mengembalikan kesadaran di kalangan masyarakat khususnya generasi muda; pentingnya pencapaian tujuan jangka panjang, memahami makna proses yang harus, dilalui dan menyadari akan pentingnya nilai-nilai yang harus muncul dari diri sendiri.
Pendidikan berwawasan luas bersifat sistemik organik, dengan ciri-ciri fleksibel-adaptif dan kreatif-demokratis. Bersifat sistemik-organik berarti sekolah merupakan sekumpulan proses yang bersifat interaktif yang tidak dapat dilihat sebagai hitam-putih, melainkan setiap interaksi harus dilihat sebagai satu bagian dari keseluruhan interaksi yang ada.
Fleksibel-Adaptif, berarti pendidikan lebih ditekankan sebagai suatu proses learning dari pada teaching. Peserta didik dirangsang memiliki motivasi untuk mempelajari sesuatu yang harus dipelajari dan continues learning. Tetapi, peserta didik tidak akan dipaksa untuk mempelajari sesuatu yang tidak ingin dipelajari. Materi yang. dipelajari bersifat integrated, materi satu dengan yang lain dikaitkan secara padu dan dalam open-system environment. Pada pendidikan ini karakteristik individu mendapat tempat yang layak.
Disini pendidik berperan sebagai orang yang mendukung atau si motivator untuk para peserta didiknya. Dalam dunia pendidikan, hal ini memerlukan suatu teroi yang mendudkung tindakan tersebut yakni teori motivasi. Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakaukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Motivasi merupakan kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain, motivasi dapat digambarkan sebagai dorongan mental terhadap perorangan aatau individual sebagai anggota masyarakat. Motivasi juga di jabarkan sebgai proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar dapat melaksanakan apa yang diinginkan. Teori motivasi cenderung bertumpu pada dorongan dan pencapaian kepuasan serta asas kebutuhan.
Kebutuhan merupakan hal pokok yang mendasar yang selalu dijadikan sebuah maslah bagi masyarakat sekarang. Dengan kebutuhan, mampu menyebabkan seseorang berusaha untuk dapat memenuhinya dengan cara apapun. Motivasi adalah proses psikologis yang dapat menjelaskan perilaku seseorang. Perilaku tersebut pada hakikatnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan demikian motivasi merupakan kekuatan untuk mendorong seseorang melakuakan sesuatu untuk mencapai tujuan. Kekuatan2 ini pada dasarnya dirangsang oleh adanya berbagai macam kebutuhan seperti 1. Keinginan yang hendak dipenuhi. 2. Tingkah laku. 3. Tujuan. 4. Umpan balik.
Proses interaksi ini disebut sebagai produk motivasi dasar  ( basic motivations process), 

                        1.(5) Needs, desires, or expectation               2.   behaviour


4. Feedback                                3.  goals



Gambar. alur Proses motivasi dasar.
Motivasi terjadi seseorang mempunyai keinginan dan kemauan untuk melakukan suatu kegiatan atau tindakan dalam dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Motivasi merupakan konsep hipotesis untuk suatu kegiatan yang dipengaruhi oleh persepsi dan tingkah laku seseorang untuk mengubah situasi yang tidak memuaskan lebih menjadi terpuaskan. Atau menyenangkan.
Maslow , sebagai tokoh aliranhumanisme, menyatakan bahwa kebutuhan manusia secara hirarkies semuanya laten dalam diri seseorang atau manusia. Kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan fisiologis ( sandang pangan), kebutuhan rasa aman( bebas bahaya), kebuthan kasih sayang, kebutuhan dihargai dan dihormati, kebutuhan aktulaisasi diri. Hal diats merupakan suatu kebutuhan yang mendasar.
Dalam pendidikan, teori ini dilakukan dengan cara memenuhi peserta didik, agar dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan sebaik mungkin. Misalnya: seorang guru dapat memahami keadaan peserta didik mereka secara perorangan, memelihara suasana belajar yang kondusif, keberadaan peserta didik ( rasa aman dalam belajar, kesiapan belajar, bebas dari rasa cemas), dan memperhatikan lingkungan belajar, misalnya, tempat belajar menyenangkan , bebas dari kebisingan atau polusi, tanpa gangguan dalam belajar.
Sifat yang kedua adalah Kreatif-demokratis, berarti pendidikan senantiasa menekankan pada suatu sikap mental untuk senantiasa menghadirkan sesuatu yang baru dan orisinil. Secara paedogogis, kreativitas dan demokrasi merupakan dua sisi dari mata uang. Tanpa demokrasi tidak akan ada proses kreatif, sebaliknya tanpa proses kreatif demokrasi tidak akan memiliki makna. Dalam sifat ini, teori  yang terkait dengan hal ini adalah teori behaviouristik, yakni teori yang yang berbicara tentang perilaku dan sikap seseorang dalam bertindak. Hal ini lah yang mempengaruhi pelaksanaan praktek pendidikan di Indonesia secara lancar. Yang mana dengan pendidikan, manusia dapat memperoleh / merubah perilaku yang lebih baik, sopan dan dapat diterima di masyarakat luas. Teori belajar behaviouristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Dalam pendidikan, teori ini dipakai dalam proses penerimaan stimulus agar dapat direspon oleh para peserta didik, atau lebih diartikan sebagai proses mempengaruhi antara pendidik dengan peserta didiknya. Yang mana lama kelamaan akan dapat merubah perilaku para peserta didik untuk menjadi yang lebih baik dengan pertimbangan pengalaman dan dari proses belajar bersama. Hampir setiap hari proses ini dilakukan antara pendidik dengan peserta didik, yakni biasanya berbentuk komunikasi antar keduanya.

  Pendidikan dan kebudayaan
Berbagai penyimpangan yang ada dalam masyarakat, misalnya membesarkan jumlah pengangguran, berkembangnya mentalitas jalan pintas, sikap materialistik dan individualistik, dominannya nilai-nilai ekstrinsik terutama di kalangan generasi muda, dari satu sisi bisa dikaitkan dengan kegagalan praktek pendidikan yang berkiblat ke Amerika. Dengan kata lain, praktek pendidikan yang kita laksanakan tidak atau kurang cocok dengan budaya Indonesia. Untuk itu, perlu dicari sosok bentuk praktek pendidikan yang berwajah Indonesia.
Pendidikan merupakan proses yang berlangsung dalam suatu budaya tertentu. Banyak nilai-nilai budaya dan orientasinya yang bisa menghambat dan bisa mendorong pendidikan. Bahkan banyak pula nilai-nilai budaya yang dapat dimanfaatkan secara sadar dalam proses pendidikan. Sebagai contoh di Indonesia, perjuangan untuk memperoleh pendidikan merupakan nilai budaya yang dimanfaatkan praktek pendidikan untuk mengembangkan etos kerja. Sebagian besar masyarakat Indonesia yang tergolong miskin ini, melihat pendidikan sebagai suatu hal yang mahal harganya. Karena saking ketidakberdayaannya, orang tua tidak mampu untuk membiayai sekolahnya. Oleh karena itu dalam belajar , para peserta didik yang ada dalam golongan ini memanfaatkan waktunya untuk belajar dan mencari biaya tambahan untuk biaya sekolahnya. Kerja keras diterima bukan sebagai beban, melainkan dinikmati sebagai pengabdian. Selain semangat kerja keras, budaya baru yang ada di Indonesia juga menekankan rasa keindahan yang tercerminkan pada ketekunan, hemat, jujur dan bersih sebagaimana semangat orang-orang miskin diwujudkan dalam hasil akhir proses belajar mereka yang tercermin dalam kesuksesan mereka dalam menimba ilmu dan kehidupan mereka dimasa mendatang. Seperti halnya cerita dalam novel “orang miskin dilarang sekolah” yang menceritakan tentang perjuangan orang-orang miskin yang ada di desa untuk menimba ilmu dengan keadaan seadanya. Maksudnya, mereka mampu bertahan dengan fasilitas yang minimal dan ejekan-ejekan teman-temannya hingga akhirnya mereka mampu menyelesaikan proses belajar mereka dengan lancar.

Perkembangan dan problem pendidikan
Semenjak Orde Baru, perkembangan sektor pendidikan di Indonesia berkembang dengan pesat. Pemerintah memberikan prioritas yang tinggi pada perkembangan sektor pendidikan didasarkan pada asumsi bahwa dengan pendidikanlah pembangunan ekonomi Indonesia akan berhasil dengan baik. Didukung dengan hasil minyak bumi, maka perkembangan sarana fisik, khususnya gedung sekolah dasar dapat dilaksanakan pada tingkatyang luar biasa. Puluhan ribu guru diangkat, ratusan judul buku paket dicetak, training dan bentuk latihan peningkatan kualitas guru diselenggarakan. Dan hasilnya secara statistik perkembangan pendidikan di Indonesia sangat menggembirakan.
Namun, dibalik angka-angka di atas, dunia pendidikan di Indonesia masih menghadapi problema yang berat, yang dapat dikategorikan menjadi: a) internal in-efficiency, b) external in-efficiency, dan c) ketidakmerataan kesempatan pendidikan. internal in-efficiency dalam sektor pendidikan berujud dalam bentuk tingginya angka drop-outs dan angka repeaters (ulang kelas yang sama). Sedangkan external in-efficiency berujud lulusan pendidikan tidak dapat diserap oleh pasar tenaga kerja ataupun dapat dipakai tetapi antara pekerjaan yang dilakukan berbeda dengan pendidikan yang diperoleh. Sedang ketidakmerataan pendidikan berujud adanya perbedaan memperoleh kesempatan pendidikan antara laki-laki dan wanita, antara penduduk kota dan penduduk desa dan antara kaya dan miskin.  
Problematika yang ketiga  adalah ketidakmerataan kesempatan mendapatkan pendidikan. Ketidakmerataan ini bisa dilihat menurut sex, tempat tinggal, dan terutama menurut status sosial ekonomi. Teori klasik menyatakan bahwa pendidikan akan menjembatani jurang antara kelompok kaya dan kelompok miskin di masyarakat sudah banyak mendapatkan kritikan dan tantangan. Teori-teori Dependency, dengan bukti bukti empiris dari dunia ketiga, menunjukkan bahwa justru pendidikan memperbesar jurang kaya dan miskin. Sebab pada diri pendidikan itu sendiri terdapat stratifikasi sosial. Perbedaan pendidikan menurut status ekonomi antara kaya dan miskin masih sulit untuk dipecahkan. Hal ini erat kaitannya dengan kualitas sekolah. Kualitas sekolah dan juga jenis atau jurusan akan menentukan status di masa depan. Sedangkan sebagian besar anak didik yang bisa memperoleh sekolah "favorit" datang dari kalangan keluarga mampu, sedang keluarga yang relatif miskin akan memperoleh sekolah yang juga relatif rendah kualitasnya. Hal ini tidak mengherankan, karena anak didik yang dapat memenuhi kualifikasi untuk masuk sekolah favorit sebagian besar adalah anak dari keluarga yang relatif mampu, yang memang secara riil lebih pandai.
Kesadaran bahwa pendidikan harus senantiasa tanggap terhadap kemajuan telah mendorong para ahli dan pengambil keputusan di bidang pendidikan untuk terus menerus mengadakan pembaharuan. Pembaharuan pendidikan secara langsung dimaksudkan untuk memecahkan ketiga problema di atas: internal in-efficiency, external in-efficiency, dan ketidakmerataan pendapatan. Secara tidak langsung, perubahan-perubahan di sektor pendidikan: misalnya, perubahan struktur pendidikan dan kurikulum, baik dalam arti content dan instructional delivery system, merupakan upaya agar pendidikan menjadi agent of development yang canggih.
Dalam setiap pembaharuan pendidikan, guru memegang peran yang strategis, sebab merekalah yang merupakan pelaksana pembaharuan pada level kelas. Namun, pengalaman di Indonesia menunjukkan guru lebih banyak dilihat sebagai  objek dalam pembaharuan pendidikan.  Sehingga setiap kebijaksanaan sebagai ujud pembaharuan pendidikan lebih banyak bersifat instruksi yang harus dipatuhi dan dilaksanakan dan tidak ada ruang bagi guru untuk berimprovisiasi. Perencanaan dan kebijaksanaan nasional memang perlu, namun perlu dicatat bahwa pelaksanaan pembaharuan pendidikan sangat tergantung pada semangat, rasa keterlibatan, dan kesadaran para guru. Guru akan memberikan respon yang positif pada setiap usaha pembaharuan yang akan dapat meningkatkan kemampuan profesional mereka dan memberikan ruang bagi mereka untuk berimprovisasi secara aktif dalam proses pembaharuan tersebut. Oleh karena itu setiap upaya pembaharuan pendidikan seharusnya menjadikan guru sebagai partisipan yang aktif, tidak hanya sebagai penerima pembaharuan. Pembaharuan pendidikan yang cenderung menjadikan guru sebagai objek dan sekedar penerima pembaharuan, apalagi hanya lewat instruksi, cenderung untuk gagal. Dalam kaitan ini perlu untuk didengar pendapat Fullan bahwa keberhasilan pembaharuan pendidikan tergantung pada apa yang difikir dan dilakukan guru.
Di samping apa yang dikemukakan di atas, pembaharuan pendidikan di negara-negara sedang berkembang, termasuk di Indonesia, jarang mengevaluasi dan mengembangkan aspek lain dari pendidikan formal di luar kurikulum dan kemampuan guru. Di samping aspek kurikulum dan kemampuan guru, sekolah mempunyai aspek lain, yaitu aspek sosiologis; sekolah merupakan "a mini society".
Sebagai suatu masyarakat kecil, sekolah merupakan cermin dari masyarakat dimana sekolah itu berada. Apa yang terdapat dan terjadi di masyarakat, pada dasarnya terujud juga dalam sekolah. Di sekolah terdapat aturan-aturan yang mengikat para anggotanya, baik anak didik maupun guru. Ada norma-norma dalam pergaulan yang harus dipatuhi, terdapat interaksi antara sesamanya baik secara individual maupun kelompok, terdapat konflik-konflik interes baik nampak maupun tersembunyi. Sangsi-sangsi akan dijatuhkan kepada siapa saja yang melanggar tatanan yang ada. Hak-hak dan kewajiban guru dan murid diakui.
Dalam proses "transfer of culture", termasuk di dalamnya proses pembentukan kepribadian, sikap, rasa dan juga intelektualitas, aspek sekolah sebagai "a mini society" sangat penting artinya. Model sekolah Muhammadiyah dengan memadukan antara Masjid dan gedung sekolah, merupakan bentuk pengakuan pentingnya aspek sekolah sebagai masyarakat kecil tersebut.
Dalam dunia pendidikan terdapat dua teori yang berkaitan dengan sekolah sebagai masyarakat kecil ini. Pertama, sekolah tempat melatih dan mempersiapkan anak didik untuk terjun pada kehidupan mereka di masa mendatang. Kedua, sekolah merupakan kehidupan riil anak didik itu sendiri, bukannya tempat mempersiapkan anak didik. "School is not preparation for life, but life it self" (Dewey, 1944).
Implikasi praktis dari teori pertama, anak didik dalam proses pendidikan diberlakukan sebagai objek pendidikan. Mereka merupakan objek yang tengah digembleng dan dicetak agar mampu mengarungi kehidupan di kemudian hari. Mereka bukanlah subjek di dunia sekolah yang ada ini. Sayangnya, kemajuan yang pesat di bidang ilmu dan teknologi menyebabkan perubahan-perubahan yang berlangsung di masyarakat sangat cepat dan sulit itu bisa diramalkan dengan tepat (lihatToffler, 1974, 1981).
Teori kedua, menekankan hendaknya sekolah diselenggarakan sedemikian rupa sehingga betul-betul merupakan kehidupan riil anak didik itu sendiri. Implikasi dari teori ini adalah anak didik merupakan subjek dari proses pendidikan. Kehidupan sosial anak didik dalam masyarakat kecil tersebut merupakan dasar dan sumber dari transformasi kehidupan. Peran paling penting dalam proses pendidikan bukanlah terletak pada mata pelajaran yang diberikan, melainkan pada aktifitas dan interaksi sosial anak didik itu sendiri. Peran guru menurut falsafah ini lebih banyak bersifat tut wuri handayani; memberikan dorongan dan motivasi agar para anak didik mampu memperluas kemampuan pandang, unluk mengembangkan berbagai altematif dan pengambilan keputusan dalam aktifitas kehidupan serta memperkuat kemauan untuk mendalami dan mengembangkan apa yang dipelajari dalam proses kehidupan itu. Namun, perlu difahami pula, bahwa dengan menjadikan anak didik sebagai subjek dalam proses pendidikan tidak berarti sekolah bersifat "value free". Tetap saja, sekolah lewat guru dan kurikulum akan menanamkan values, tetapi dengan cara "value-fair". Artinya dalam usaha menanamkan nilai-nilai, guru tidak akan memaksakan sesuatu nilai tertentu kepada anak didiknya. Melainkan guru melakukan usaha-usaha dengan berbagai cara atau metoda, berbagai alat bantu, agar anak didik akan membenarkan dan menerima nilai-nilai yang ia ajarkan, anak didik sendirilah yang menemukan dan mengadopsi nilai-nilai yang ditargetkan oleh sekolah untuk ditanamkan pada anak didiknya.  
Sudah barang tentu pembaharuan pendidikan di negara kita di masa mendatang harus pula memperhitungkan aspek sekolah sebagai "a mini society" ini. Pembaharuan pendidikan tidak berarti harus mengambil salah satu teori pendidikan secara murni. Yang penting adalah bagaimana pembaharuan pendidikan bisa membuahkan kebijaksanaan yang mengarahkan agar pendidik bisa memanfaatkan variasi interaksi dan pengalaman riil yang diperoleh anak didik di sekolah sebagai upaya untuk mencapai keberhasilan pendidikan.  
Dengan kata, lain untuk peningkatan kualitas pendidikan di sekolah dasar perlu ada kerjasama yang erat antara orang tua dan guru, antara sekolah dan rumah. Orang tua tahu apa yang terjadi di sekolah, sebaliknya guru bisa memberikan pengarahan apa yang seyogyanya dilakukan oleh orang tua terhadap anak dalam rangka menunjang keberhasilan anak di sekolah.

a  Kesimpulan
            Teori pendidikan adalah sebuah system konsep yang terpadu, menerangkan dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan. Sebuah teori ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak pemikiran pendidikan, dan ada pula yang berperan sebagai definisi atau keterangan yang menyatakan makna.
            Pendidikan diartikan sebagai proses untuk memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan untuk memberdayakan diri.  Pendidikan adalah suatu proses yang pembelajaran tentang ilmu dalam jangka yang lama yang berlangsung selama hidup kita. Pendidikan dalam arti sempit adalah penanaman pengetahuan, keterampilan dan sikap pada masing-masing generasi dengan menggunakan pranata-pranata, seperti sekolah formal yang sengaja diciptakan untuk tujuan tersebut. Sehingga dapat dihubungkan keduanya menjadi satu kesatuan yang utuh dalam mengatasi masalah-masalah pendidikan.
              Dalam proses pendidikan, setiap pendidik memerlukan suatu teori yang mampu menemani mereka dalam proses belajar mengajar untuk siswa atau para peserta didiknya. Teori-teori yang terkenal dalam konteks pendidikan, seperti teori motivasi, teori behaviouristik atau perilaku, teori kebutuhan, teori pembelajaran dan lain sebagainya yang kesemuanya tetap menyangkut mengenai pendidikan dan prosesnya.
 Pendidikan merupakan sebuah institusi yang terkait erat dengan proses produksi dan reproduksi pengetahuan. Disana adalah wadah yang mana mau tidak mau harus menyiapkan sebuah generasi yang siap memasuki masyarakat yang berubah menuju masyarajkat yang berbasis pengetahuan.  Pendidikan yang menghasilkan manusia yang siap memasuki masyarakat dengan segala tuntutan dan karakternya, maka pendidikan tersebut dapat dikatakan berhasil dalam memberikan bekal kepada generasi muda untuk memasuki perubahan dan masa depan. Dan karena pendidikan merupakan salah satu harapan masyarakat yang diyakini bisa menumbuhkan sikap moral yang baik atau dalam sisi pragmatisnya bisa digunakan untuk mencari kesejahteraan.
Pendidikan berwawasan luas bersifat sistemik organik, dengan ciri-ciri fleksibel-adaptif dan kreatif-demokratis. Bersifat sistemik-organik berarti sekolah merupakan sekumpulan proses yang bersifat interaktif yang tidak dapat dilihat sebagai hitam-putih, melainkan setiap interaksi harus dilihat sebagai satu bagian dari keseluruhan interaksi yang ada.
Fleksibel-Adaptif, berarti pendidikan lebih ditekankan sebagai suatu proses learning dari pada teaching. Peserta didik dirangsang memiliki motivasi untuk mempelajari sesuatu yang harus dipelajari dan continues learning. Tetapi, peserta didik tidak akan dipaksa untuk mempelajari sesuatu yang tidak ingin dipelajari. Materi yang. dipelajari bersifat integrated, materi satu dengan yang lain dikaitkan secara padu dan dalam open-system environment. Pada pendidikan ini karakteristik individu mendapat tempat yang layak. Hal ini terkait dengan teori motivasi. Dalam pendidikan, teori ini dilakukan dengan cara memenuhi peserta didik, agar dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan sebaik mungkin. Misalnya: seorang guru dapat memahami keadaan peserta didik mereka secara perorangan, memelihara suasana belajar yang kondusif, keberadaan peserta didik ( rasa aman dalam belajar, kesiapan belajar, bebas dari rasa cemas), dan memperhatikan lingkungan belajar, misalnya, tempat belajar menyenangkan , bebas dari kebisingan atau polusi, tanpa gangguan dalam belajar.
Sifat yang kedua adalah Kreatif-demokratis, berartipendidikan senantiasa menekankan pada suatu sikap mental untuk senantiasa menghadirkan sesuatu yang baru dan orisinil. Secara paedogogis, kreativitas dan demokrasi merupakan dua sisi dari mata uang. Tanpa demokrasi tidak akan ada proses kreatif, sebaliknya tanpa proses kreatif demokrasi tidak akan memiliki makna. Dalam sifat ini, teori  yang terkait dengan hal ini adalah teori behaviouristik, yakni teori yang yang berbicara tentang perilaku dan sikap seseorang dalam bertindak. Hal ini lah yang mempengaruhi pelaksanaan praktek pendidikan di Indonesia secara lancar. Yang mana dengan pendidikan, manusia dapat memperoleh / merubah perilaku yang lebih baik, sopan dan dapat diterima di masyarakat luas. Teori ini juga dipakai dalam proses penerimaan stimulus agar dapat direspon oleh para peserta didik, atau lebih diartikan sebagai proses mempengaruhi antara pendidik dengan peserta didiknya. Yang mana lama kelamaan akan dapat merubah perilaku para peserta didik untuk menjadi yang lebih baik dengan pertimbangan pengalaman dan dari proses belajar bersama. Hampir setiap hari proses ini dilakukan antara pendidik dengan peserta didik, yakni biasanya berbentuk komunikasi antar keduanya.
Dari teori-teori pendidikan diatas, dapat disimpulkan bahwa implementasi teori-teori pendidikan dalam praktek pendidikan dapat dilihat dari proses belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas. Yang mana dari dasar teori tersebut dapat menghasilkan peserta didik yang terdidik dengan proses pembelajaran yang dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung ataupun diluar kelas. Penerapan teori-teori pendidikan  yang ada di dalam pendidikan berlangsung secara efektif. Hal tersebut dapat terlihat dari dua teori yang berjalan dengan lancar yakni dapat menghasilkan atau menumbuhkan semangat peserta didik  dalam memperoleh pendidikan serta menjawab semua pertanyaan tentang kegunaan mendapat pendidikan yang layak bagi orang-orang yang tergolong miskin.  







Daftar pustaka

Manan, Imran. 1989. Antropologi Pendidikan Suatu Pengantar. Jakarta: P2LPTK.
Moleong, Lexy J.1997. Metodotologi Penelelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Prasetyo,Wiwid. 2009. Orang Miskin Dilarang sekolah (Mimpi-mimpi Tag terjawab). Yogyakarta: Diva Press.
Soyomukti, Nurani. Teori-Teori Pendidiksn. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Uno, Hamzah B.. 2007.Teori motivasi dan pengukurannya analisis di bidang pendidikan. Jakarta: PT. Bumi aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar