Selasa, 01 Januari 2013

Critical Review _Freedom Writers_


Judul   :  Freedom Writers
Durasi  :  1 jam 57 menit
Critical Review

                Film dengan judul Freedom Writers ini merupakan salah satu dari sekian banyak film yang bertemakan tentang pendidikan dan perbedaan ras. Film yang berasal dari Amerika ini mencoba menceritakan tentang bagaimana proses pendidikan yang berjalan di salah satu sekolah yang berintegrasi tinggi dengan sistem pendidikan yang menggolong-golongankan kecerdasaan dan perilaku serta sedikit memasukkan unsur ras didalamnya dalam mengklasifikasikan ruang- ruang kelas yang pada akhirnya kehilangan keintegrasiannya sebesar lebih dari 75 % anak-anak didik yang terkuat disana hilang. Di daerah yang bernama Long Beach ini terdapat lebih dari 120 kasus pembunuhan yang didasarkan pada ras dan pendidikan. Long beach yang merupakan daerah yang ada di Amerika ini merupakan tempat beradanya warga-warga asli Amerika. Warga asli yang tidak mau diremehkan oleh warga pendatang dan juga sebagai sebuah perjuangan rakyat, para warga asli Amerika ini saling membunuh dengan ras lain demi perjuangannya, kebanggaan dan kehormatan ras. Film yang terlihat berbeda dengan tema yang sama yaitu pendidikan ini mengangkat kasus yang belum pernah terjadi di Indonesia. Perperangan dingin antar ras yang ada menambah ketegangan si penonton untuk melihat filmnya. Sedikit banyak film ini dapat menjadi referensi baru bagi penontonya dalam bidang pendidikan dengan alur cerita yang sedikit berbeda dengan kasus-kasus pendidikan yang ada disini meskipun ada sedikit kasus yang demikian yang ada di daerah papua, tetapi masalah tersebut tidak menjadi suatu masalah yang besar dan harus menelan korban perang dingin di sekolah ataupun diluar sekolah. Sekolah yang bernama sekolah Wilson ini terdapat kelas yang dianggap telah mengurangi reportasi sekolah wilson yang dulunya berintegrasi tinggi tersebut. Mungkin dapat dikatakan sebagai sekolah favorit seperti julukan-julukan sekolah yang bermutu baik yang ada di Indonesia. Kelas yang dianggap sebagai kelas yang ditempati oleh orang-orang yang tidak pintar ini menyingkap cerita bahwa banyak guru yang gugur atau mengundurkan diri untuk mengajar mereka karena ulah muridnya yang tidak dapat diatur dan memiliki emosi yang tinggi. Pada akhirnya, dari sekian banyak guru yang pernah mengajar disana hanya satu guru yang dapat bertahan dan berhasil mengubah persepsi dari murid-murid tentang perbedaan ras, yakni ibu Erin Gruwell yang merupakan guru mata pelajaran bahasa inggris. Beliau lah yang bekerja keras menghapuskan pandangan-pandangan murid-muridnya mengenai perbedaan ras yang dapat dipersatukan dengan perdamaian dan tidak ada yang dirugikan dalam proses penyatuan ini. Hal ini diperoleh dari konsep atau metodologi yang diterapkan oleh bu Erin  terhadap murid-murid nya yang mendalam. Atau dalam sosiologi disebut sebagai metodologi observasi partisipant yakni observasi dilakukan dengan cara membaur dengan para murid. Hal ini dilakukan agar bu Erin mengetahui permasalahan apa yang ada pada mereka ( murid-muridnya). Observasi partisipasi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai bagaimana murid dapat melakukan hal yang dirasa kurang wajar. Sehingga bu Erin dapat mengetahui bagaimana cara yang tepat agar mereka semua dapat bersatu dalam kelas ataupun luar kelas yang mana dapat memperlancar jalanya proses pendidikan.
Guru adalah teladan bagi siswa. Guru berperan sebagai fasilitator murid. Dengan demikian tugas dari seorang fasilitator adalah menciptakan aktivitas agar partisipan dapat terlibat langsung dalam proses pendidikan sekaligus terlibat dalam keseluruhan proses. Hal ini terlihat dari kegigihan seorang guru bahasa inggris yang memperjuangkan muridnya agar dapat berubah menjadi lebih baik. Karena sekolah merupakan salah satu tempat untuk memanusiakan manusia melalui pendidikan. Sekalipun itu pendidikan moral yang mana kita ketahui bahwa pendidikan moral saat ini berkurang jam tayangnya di dalam kelas-kelas yang ada di sekolah. Kelas yang diajar oleh guru bahasa inggris ini rata-rata pernah masuk penjara dan pernah membunuh, serta menjadi korban percobaan pembunuhan dan yang lainnya adalah menjadi saksi pembunuhan karena pembunuhan tersebut terjadi di depan nya.  Sebenarnya, sekolah merupakan penjara kedua untuk para murid. Penjara pertama adalah rumah mereka., meskipun tidak semua rumah dapat dikategorikan sebagai penjara nyata. Tetapi lain halnya dengan film yang berdurasi selama 1 jam 57 menit ini menggambarkan tempat pelarian yang digunakan untuk menghindari penjara dalam artian yang sebenarnya yakni penjara yang nyata. Sebagaian besar murid yang diajar oleh istri dari orang yang bercita-cita sebagai arsitek ini memilih sekolah sebagai pilihan kedua daripada mereka harus berada di penjara yang nyata. Karena  di daerah Long beach ini memiliki data anak yang mana petugasnya bernama petugas bebas bersyarat yang menyodorkan 2 pilihan untuk para murid di kelas yang terkenal nakal ini yangmana pilihan tersebut merupakan pilihan yang tidak disukai mereka yakni sekolah atau penjara. Al hasil mereka memilih sekolah untuk lari dari penjara. Sekolah dalam film ini dikonsepkan sebagai tempat rehabilitasi bagi anak-anak atau murid-murid. Tetapi kekerasan antar murid juga terjadi di sekolah ini. Disinilah peran guru dipertanyakan. Bagaimana cara mereka agar dapat menjadikan para peserta didik mereka berubah menjadi lebih baik dan terdidik. Reputasi seorang guru dipertaruhkan di dalam kelas.
 Untuk menjadi seorang fasilitator yang sukses ( dapat menciptakan murid yang mengalami proses perubahan dari segi buruk menjadi lebih baik ) memiliki metodologi sendiri-sendiri dalam menghadapi murid-murid yang demikian. Sekolah yang secara tidak langsung tetapi tersirat ini memperlihatkan bahwa mereka disini terpisah atau terkotak-kotak oleh warna kulit, dan ras/ suku mereka.  Hal ini lah yang membuat ketegangan semakin memanas. Karena mereka seperti memiliki gambaran tersendiri untuk mendeskripsikan suku tertentu dengan dasar histori dari perjalanan hidup mereka. Metode yang dipakai guru merupakan gabungan dari segala unsur, tehnik, cara penyajian, bentuk dan proses serta alat penunjang yang diolah sebagai gambaran dari ilmu yang diperoleh guru semasa proses pendidikannya. Secara sengaja, guru menggabungkan berbagai unsur pokok dari penyelenggaraan pendidikan agar proses belajar partisipasif menjadi efektif bagi seluruh pelaku pendidikan melalui proses interaksi antarpeserta, juga natara peserta dengan guru. Maksudnya ada proses timbal balik antara guru dan peserta didik yang dapat dimaknai bahwa proses belajar mengajar berjalan secara apik. Dalam film yang diputarkan di mata kuliah kajian assesment, memperliohatkan cara yang unik yang dipakai oleh guru (bu Erin) dalam menyelami keadaan dan apa saja yang terjadi pada murid mereka pada khususnya murid yang bernama eva. Mengapa demikina? Karena eva merupakan murid pertama yang menolak bu Erin dengan memperlihatkan body language yang tidak respon dengannya. Dan satu hal alasan yang mendasar eva adalah karena bu Erin merupakan salah satu orang dari musuh kaum eva ( warga Amerika Latin) yakni kulit putih.  Bu Erin memakai metode yang mungkin belum pernah dilakukan oleh guru lain yang ada di Indonesia, yakni dengan menyediakan alat tulis yang berguna untuk dijadikan jurnal murid-muridnya. Sebelum itu, bu guru yang tidak pernah putus asa ini mencoba membuat sebuah permainan dalam kelasnya dengan akhir membuka pendapat mereka tentang kasus-kasus pembunuhan yang mereka alami. Hal tersebutlah yang menginspirasikan bu Erin untuk memberikan murid-muridnya jurnal. Dalam hal ini jurnal tersebut berbentuk seperti catatan yang berisi tentang sederetan kejadian yang dianggap buruk sampai pada tragedi yang dianggap menyenangkan. Dengan sabarnya, bu Erin tidak memaksakan muridnya untuk menuliskan kejadian yang ada di kehidupan murid-muridnya. Hal ini dilakuakan secara sukarela. Meski awalnya ragu, tetapi hasilnya, para muridnya mengambil dan mengisi jurnal tersebut.  Hal ini seperti yang diungkapkan Marx bahwa tidak hanya untuk meyakinkan kelangsungan proses revolusi kaum proletar, tetapi membangkitkan kesadaran akan perubahan yang dapat terjadi akibat proses tersebut. Artinya, dengan pendidikan yang merupakan proses revolusi bagi kaum tertindas seperti apa yang dirasakan oleh eva, dengan kata lain seorang pendidik bertugas untuk menumbuhkan kesadaran murid-muridnnya untuk segera melakukan perubahan atau tetap berbeda seperti ini. Dan seperti weber yang menekankan pada verstehen (pemahaman).
Dengan pemahaman yang mendalam mereka ( bu erin beserta papanya) untuk mengetahui keadaan yang selama ini dialami oleh para muridnya. Dengan keberhasilan atas pembuatan jurnal serta memberikan mereka tugas untuk membaca sebuah buku yang sangat terkait dengan kehidupan para muridnya pada khususnya eva dan melakukan touring dengan tema pendidikan dan sejarah mereka, mengundang para korban Holocaust, dan selaluu memberikan buku untuk bahan membaca dan pengetahuan mereka, bu Erin telah mampu mendekat secara perlahan dan akrab dengan para muridnya. Meskipun pada awalnya terjadi pemberontakan. Satu hal yang menginspirasikan pendidikan di Indonesia, bahwa dengan tekad yang kuat dan benar mereka akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Yakni inspirasi untuk mendatangkan seorang tokoh yang menginspirasikan mereka  yakni tokoh buku yang pernah mereka baca yaitu Miep Gies yang ada di Amsterdam, Belanda. Kedatangannya menjadi sebuah hadiah bagi usaha mereka (para murid) yang sangat tangguh. Mereka yang mendapat penghargaan dari Gies sebagai pahlawan inspirasi para generasi muda lainnya. Perjuangan seorang guru untuk mengubah perilaku murid yang belum terdidik menjadi terdidik adalah tujuan utama proses pendidikan. Guru yang inspiratif lah yang diperlukan di sekolah manapun. Dapat film ini, dapat dicontohkan bahwa guru yang baik adalah bu Erin. Dan murid yang baik adalah murid yang mengalami perubahan dari buruk menjadi lebih baik. Itulah tujuan pertama dari pendidikan, yakni menjadikan seseorang menjadi berabad dan berilmu pengetahuan. Dari sinilah gambaran sekolah akan menjadi menyenangkan bilamana antara murid dan guru terjadi interaksi yang timbal balik dan tidak membosankan. Pendidikan di Indonesia patut untuk mencontoh guru dan murid yang demikian. Yang mana tidak seorang guru tidak mengenal lelah untuk mengubah muridnya menjadi lebih baik dan murid mampu mengartikulasikan hal tersebut sebagai upaya menuju perdamaian dan perubahan yang lebih baik. :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar