Judul : Freedom Writers
Durasi : 1 jam 57 menit
Critical
Review
Film dengan judul Freedom Writers ini merupakan salah
satu dari sekian banyak film yang bertemakan tentang pendidikan dan perbedaan
ras. Film yang berasal dari Amerika ini mencoba menceritakan tentang bagaimana
proses pendidikan yang berjalan di salah satu sekolah yang berintegrasi tinggi
dengan sistem pendidikan yang menggolong-golongankan kecerdasaan dan perilaku
serta sedikit memasukkan unsur ras didalamnya dalam mengklasifikasikan ruang-
ruang kelas yang pada akhirnya kehilangan keintegrasiannya sebesar lebih dari
75 % anak-anak didik yang terkuat disana hilang. Di daerah yang bernama Long
Beach ini terdapat lebih dari 120 kasus pembunuhan yang didasarkan pada ras dan
pendidikan. Long beach yang merupakan daerah yang ada di Amerika ini merupakan
tempat beradanya warga-warga asli Amerika. Warga asli yang tidak mau diremehkan
oleh warga pendatang dan juga sebagai sebuah perjuangan rakyat, para warga asli
Amerika ini saling membunuh dengan ras lain demi perjuangannya, kebanggaan dan
kehormatan ras. Film yang terlihat berbeda dengan tema yang sama yaitu
pendidikan ini mengangkat kasus yang belum pernah terjadi di Indonesia.
Perperangan dingin antar ras yang ada menambah ketegangan si penonton untuk
melihat filmnya. Sedikit banyak film ini dapat menjadi referensi baru bagi
penontonya dalam bidang pendidikan dengan alur cerita yang sedikit berbeda
dengan kasus-kasus pendidikan yang ada disini meskipun ada sedikit kasus yang
demikian yang ada di daerah papua, tetapi masalah tersebut tidak menjadi suatu
masalah yang besar dan harus menelan korban perang dingin di sekolah ataupun
diluar sekolah. Sekolah yang bernama sekolah Wilson ini terdapat kelas yang
dianggap telah mengurangi reportasi sekolah wilson yang dulunya berintegrasi
tinggi tersebut. Mungkin dapat dikatakan sebagai sekolah favorit seperti
julukan-julukan sekolah yang bermutu baik yang ada di Indonesia. Kelas yang
dianggap sebagai kelas yang ditempati oleh orang-orang yang tidak pintar ini
menyingkap cerita bahwa banyak guru yang gugur atau mengundurkan diri untuk
mengajar mereka karena ulah muridnya yang tidak dapat diatur dan memiliki emosi
yang tinggi. Pada akhirnya, dari sekian banyak guru yang pernah mengajar disana
hanya satu guru yang dapat bertahan dan berhasil mengubah persepsi dari murid-murid
tentang perbedaan ras, yakni ibu Erin Gruwell yang merupakan guru mata
pelajaran bahasa inggris. Beliau lah yang bekerja keras menghapuskan
pandangan-pandangan murid-muridnya mengenai perbedaan ras yang dapat
dipersatukan dengan perdamaian dan tidak ada yang dirugikan dalam proses
penyatuan ini. Hal ini diperoleh dari konsep atau metodologi yang diterapkan
oleh bu Erin terhadap murid-murid nya
yang mendalam. Atau dalam sosiologi disebut sebagai metodologi observasi
partisipant yakni observasi dilakukan dengan cara membaur dengan para murid.
Hal ini dilakukan agar bu Erin mengetahui permasalahan apa yang ada pada mereka
( murid-muridnya). Observasi partisipasi ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran yang jelas mengenai bagaimana murid dapat melakukan hal yang dirasa
kurang wajar. Sehingga bu Erin dapat mengetahui bagaimana cara yang tepat agar
mereka semua dapat bersatu dalam kelas ataupun luar kelas yang mana dapat
memperlancar jalanya proses pendidikan.
Guru
adalah teladan bagi siswa. Guru berperan sebagai fasilitator murid. Dengan
demikian tugas dari seorang fasilitator adalah menciptakan aktivitas agar
partisipan dapat terlibat langsung dalam proses pendidikan sekaligus terlibat
dalam keseluruhan proses. Hal ini terlihat dari kegigihan seorang guru bahasa
inggris yang memperjuangkan muridnya agar dapat berubah menjadi lebih baik.
Karena sekolah merupakan salah satu tempat untuk memanusiakan manusia melalui
pendidikan. Sekalipun itu pendidikan moral yang mana kita ketahui bahwa
pendidikan moral saat ini berkurang jam tayangnya di dalam kelas-kelas yang ada
di sekolah. Kelas yang diajar oleh guru bahasa inggris ini rata-rata pernah
masuk penjara dan pernah membunuh, serta menjadi korban percobaan pembunuhan
dan yang lainnya adalah menjadi saksi pembunuhan karena pembunuhan tersebut
terjadi di depan nya. Sebenarnya,
sekolah merupakan penjara kedua untuk para murid. Penjara pertama adalah rumah
mereka., meskipun tidak semua rumah dapat dikategorikan sebagai penjara nyata. Tetapi
lain halnya dengan film yang berdurasi selama 1 jam 57 menit ini menggambarkan
tempat pelarian yang digunakan untuk menghindari penjara dalam artian yang
sebenarnya yakni penjara yang nyata. Sebagaian besar murid yang diajar oleh
istri dari orang yang bercita-cita sebagai arsitek ini memilih sekolah sebagai
pilihan kedua daripada mereka harus berada di penjara yang nyata. Karena di daerah Long beach ini memiliki data anak
yang mana petugasnya bernama petugas bebas bersyarat yang menyodorkan 2 pilihan
untuk para murid di kelas yang terkenal nakal ini yangmana pilihan tersebut
merupakan pilihan yang tidak disukai mereka yakni sekolah atau penjara. Al
hasil mereka memilih sekolah untuk lari dari penjara. Sekolah dalam film ini
dikonsepkan sebagai tempat rehabilitasi bagi anak-anak atau murid-murid. Tetapi
kekerasan antar murid juga terjadi di sekolah ini. Disinilah peran guru
dipertanyakan. Bagaimana cara mereka agar dapat menjadikan para peserta didik
mereka berubah menjadi lebih baik dan terdidik. Reputasi seorang guru
dipertaruhkan di dalam kelas.
Untuk menjadi seorang fasilitator yang sukses
( dapat menciptakan murid yang mengalami proses perubahan dari segi buruk
menjadi lebih baik ) memiliki metodologi sendiri-sendiri dalam menghadapi
murid-murid yang demikian. Sekolah yang secara tidak langsung tetapi tersirat
ini memperlihatkan bahwa mereka disini terpisah atau terkotak-kotak oleh warna
kulit, dan ras/ suku mereka. Hal ini lah
yang membuat ketegangan semakin memanas. Karena mereka seperti memiliki
gambaran tersendiri untuk mendeskripsikan suku tertentu dengan dasar histori
dari perjalanan hidup mereka. Metode yang dipakai guru merupakan gabungan dari
segala unsur, tehnik, cara penyajian, bentuk dan proses serta alat penunjang
yang diolah sebagai gambaran dari ilmu yang diperoleh guru semasa proses
pendidikannya. Secara sengaja, guru menggabungkan berbagai unsur pokok dari
penyelenggaraan pendidikan agar proses belajar partisipasif menjadi efektif
bagi seluruh pelaku pendidikan melalui proses interaksi antarpeserta, juga natara
peserta dengan guru. Maksudnya ada proses timbal balik antara guru dan peserta
didik yang dapat dimaknai bahwa proses belajar mengajar berjalan secara apik.
Dalam film yang diputarkan di mata kuliah kajian assesment, memperliohatkan
cara yang unik yang dipakai oleh guru (bu Erin) dalam menyelami keadaan dan apa
saja yang terjadi pada murid mereka pada khususnya murid yang bernama eva.
Mengapa demikina? Karena eva merupakan murid pertama yang menolak bu Erin
dengan memperlihatkan body language yang tidak respon dengannya. Dan satu hal
alasan yang mendasar eva adalah karena bu Erin merupakan salah satu orang dari
musuh kaum eva ( warga Amerika Latin) yakni kulit putih. Bu Erin memakai metode yang mungkin belum
pernah dilakukan oleh guru lain yang ada di Indonesia, yakni dengan menyediakan
alat tulis yang berguna untuk dijadikan jurnal murid-muridnya. Sebelum itu, bu
guru yang tidak pernah putus asa ini mencoba membuat sebuah permainan dalam
kelasnya dengan akhir membuka pendapat mereka tentang kasus-kasus pembunuhan
yang mereka alami. Hal tersebutlah yang menginspirasikan bu Erin untuk
memberikan murid-muridnya jurnal. Dalam hal ini jurnal tersebut berbentuk
seperti catatan yang berisi tentang sederetan kejadian yang dianggap buruk
sampai pada tragedi yang dianggap menyenangkan. Dengan sabarnya, bu Erin tidak
memaksakan muridnya untuk menuliskan kejadian yang ada di kehidupan
murid-muridnya. Hal ini dilakuakan secara sukarela. Meski awalnya ragu, tetapi
hasilnya, para muridnya mengambil dan mengisi jurnal tersebut. Hal ini seperti yang diungkapkan Marx bahwa
tidak hanya untuk meyakinkan kelangsungan proses revolusi kaum proletar, tetapi
membangkitkan kesadaran akan perubahan yang dapat terjadi akibat proses
tersebut. Artinya, dengan pendidikan yang merupakan proses revolusi bagi kaum
tertindas seperti apa yang dirasakan oleh eva, dengan kata lain seorang
pendidik bertugas untuk menumbuhkan kesadaran murid-muridnnya untuk segera
melakukan perubahan atau tetap berbeda seperti ini. Dan seperti weber yang
menekankan pada verstehen
(pemahaman).
Dengan
pemahaman yang mendalam mereka ( bu erin beserta papanya) untuk mengetahui
keadaan yang selama ini dialami oleh para muridnya. Dengan keberhasilan atas
pembuatan jurnal serta memberikan mereka tugas untuk membaca sebuah buku yang
sangat terkait dengan kehidupan para muridnya pada khususnya eva dan melakukan touring dengan tema pendidikan dan
sejarah mereka, mengundang para korban Holocaust, dan selaluu memberikan buku
untuk bahan membaca dan pengetahuan mereka, bu Erin telah mampu mendekat secara
perlahan dan akrab dengan para muridnya. Meskipun pada awalnya terjadi
pemberontakan. Satu hal yang menginspirasikan pendidikan di Indonesia, bahwa
dengan tekad yang kuat dan benar mereka akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Yakni inspirasi untuk mendatangkan seorang tokoh yang menginspirasikan
mereka yakni tokoh buku yang pernah
mereka baca yaitu Miep Gies yang ada di Amsterdam, Belanda. Kedatangannya
menjadi sebuah hadiah bagi usaha mereka (para murid) yang sangat tangguh.
Mereka yang mendapat penghargaan dari Gies sebagai pahlawan inspirasi para
generasi muda lainnya. Perjuangan seorang guru untuk mengubah perilaku murid
yang belum terdidik menjadi terdidik adalah tujuan utama proses pendidikan.
Guru yang inspiratif lah yang diperlukan di sekolah manapun. Dapat film ini,
dapat dicontohkan bahwa guru yang baik adalah bu Erin. Dan murid yang baik
adalah murid yang mengalami perubahan dari buruk menjadi lebih baik. Itulah
tujuan pertama dari pendidikan, yakni menjadikan seseorang menjadi berabad dan
berilmu pengetahuan. Dari sinilah gambaran sekolah akan menjadi menyenangkan
bilamana antara murid dan guru terjadi interaksi yang timbal balik dan tidak
membosankan. Pendidikan di Indonesia patut untuk mencontoh guru dan murid yang
demikian. Yang mana tidak seorang guru tidak mengenal lelah untuk mengubah
muridnya menjadi lebih baik dan murid mampu mengartikulasikan hal tersebut
sebagai upaya menuju perdamaian dan perubahan yang lebih baik. :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar